Ibrani 11:8-19
Apakah Artinya Iman?
Hari ini, saya ingin menguraikan makna iman. Saya sangat gundah saat melihat bahwa di tengah gereja di zaman sekarang ini, banyak orang Kristen masih tidak tahu apa arti iman itu. Jika saya minta Anda untuk memberi saya definisi iman, tentu akan sangat menarik untuk mendengar seperti apa kira-kiranya uraian Anda. Keselamatan kita bergantung pada iman, iman kita kepada Kristus. Dan jika hidup yang kekal itu bergantung pada iman, maka adalah sangat penting bagi kita untuk memahami makna iman. Apakah arti iman? Jika hari ini saya bertanya kepada Anda, “Bisakah Anda memberi saya pengertian yang jelas dan sederhana tentang arti iman?” Jika iman di dalam Yesus merupakan sarana bagi keselamatan tetapi Anda tidak tahu apa artinya iman, lalu bagaimana Anda bisa tahu bahwa Anda telah diselamatkan?
Tanpa Memiliki Kristus, Semua yang Anda Miliki tidak ada Artinya!
Kita ingin mengupas masalah yang sangat mendasar, perkara yang sangat penting berkenaan dengan kehidupan Kristen. Apakah rahasia persekutuan kita dengan Allah? Apakah rahasia kuasa rohani? Apakah rahasia sukacita rohani di dunia ini? Apakah rahasia hidup kekal di dalam diri saya dan di dalam diri semua orang Kristen sejati sekarang ini? Semua itu bergantung pada iman kita kepada Kristus. Tanpa iman kepada Kristus, Anda tidak punya apa-apa. Hidup, kuasa, sukacita, damai sejahtera, semua itu ada di dalam Kristus dan hanya di dalam dia saja. Tanpa Yesus, apa yang Anda miliki itu tidak ada artinya. Mungkin Anda adalah orang paling kaya di negeri ini, akan tetapi jika Anda tidak memiliki Kristus, apa yang Anda miliki sekarang itu tidak ada artinya.
Ketika saya berangkat dari Hong Kong ke Eropa, saya menumpang kapal laut. Dan di kapal ini ada seorang dokter. Di kapal ini hanya ada sebelas penumpang karena kapal ini adalah kapal barang. Dokter ini bisa dikatakan memiliki segala-galanya di dunia. Yang bisa segera dilihat adalah tubuhnya yang sangat besar. Jika ukuran tubuh orang ini kita ibaratkan fu2 qi4 (kemakmuran), maka dokter ini punya banyak fu2 qi4. Berat tubuhnya kira-kira lima kali lipat berat saya. Sekalipun tinggi kami sejajar, tetapi ukuran tubuh kami jauh berbeda. Dan, tentu saja, dia berpendidikan tinggi. Dia adalah seorang bergelar Doktor di bidang kedokteran. Dia punya banyak uang. Dia punya tiga paspor. Dia bebas memilih untuk menggunakan paspor yang mana yang disukainya. Setiap kali kami berlabuh, saya tidak leluasa bergerak dengan satu paspor saya ini, tetapi dia punya tiga. Berdasarkan kelahirannya, dia adalah orang Austria, lalu dia menjadi warga negara Amerika, lalu dia juga menjadi warga negara Indonesia. Semua kewarganegaraan tambahan itu dibelinya dengan uang. Jadi demikianlah, dia berpendidikan, punya berbagai paspor, tubuh yang besar dan juga uang. Walaupun dia sudah berusia sekitar 60-an tahun, dia juga punya istri. Istrinya berusia dua puluh satu tahun, layak untuk menjadi cucunya. Kata orang, uang bisa membeli segala-galanya, bahkan istri. Tentu saja, satu hal yang kurang dimilikinya adalah wajah tampan. Tetapi tidak masalah. Jika Anda punya uang banyak, uang bisa menutupi kekurangan Anda – istrinya tidak memikirkan penampilannya, melainkan uangnya. Demikianlah, dia punya segala-galanya, dan di samping itu, dia juga beragama. Apa lagi yang dia butuhkan? Apa lagi yang mau Anda tambahkan? Ada istri, uang, berbagai paspor, dan ditambah lagi dengan agama! Dia menganut salah satu agama. Namun saya pikir orang yang seagama dengan dia tentunya akan malu melihat kelakuan orang ini. Dia tidak mengamalkan ibadahnya kepada Tuhan tetapi dia cukup yakin bahwa dengan uangnya itu dia bisa mendapatkan ampunan dari Tuhan atas dosanya. Menurut ucapannya, agamanya menyuruh dia untuk mempersembahkan seekor unta khusus untuk suatu dosa yang selalu dia lakukan, dan untuk dia membeli seekor unta bukanlah masalah. Inilah contoh orang yang sangat yakin bahwa dia bisa memperoleh surga dan dunia dengan uangnya. Inilah orang yang memiliki segala-galanya, termasuk agama. Jika dia merasa sedih, dia punya agama yang menjadi sandarannya. Jika dia merasa senang, dia punya uang untuk dihamburkan. Tentu saja, saat dia merasa sedih, uang tidak bisa berbuat banyak untuk menolong dia.
Saya berada satu kapal dengan orang ini di sepanjang pelayaran dari Hong Kong menuju Eropa. Dan ketika dia semakin mengenal saya, dia menjadi semakin penasaran. Saya hanya seorang pemuda. Tidak beristri, bertubuh kecil, tidak punya uang, dan tidak berpendidikan karena saat itu saya sedang dalam perjalanan untuk menempuh pendidikan. Jadi, saya tidak berpendidikan, tidak punya apa-apa. Demikianlah, di kapal ini ada satu orang yang memiliki segala-galanya di dunia, dan juga ada saya yang tidak punya apa-apa di dunia ini. Akan tetapi, dia justru semakin lama semakin iri terhadap saya. Dia merasa bahwa saya punya sesuatu yang tidak dimilikinya. Anda tahu, apa yang saya miliki memang hanya satu. Saya memiliki Kristus dan saya memiliki iman kepada Kristus oleh kasih karunia Allah. Dia tidak memiliki Kristus dan juga iman. Itu sebabnya saya sejak awal menyampaikan kepada Anda, tanpa Kristus maka semua milik Anda menjadi tidak berarti. Jika Anda tidak memiliki dia, hidup ini menjadi hampa. Dan entah bagaimana, saya membuat orang yang malang ini terlihat sangat miskin, di mata saya dia terlihat sangat kehausan. Dan dia sangat ingin memiliki apa yang ada pada saya.
Suatu hari, saya sedang berdiri di atas dek kapal mengamati laju kapal membelah lautan. Saya sedang berdiri di ketinggian dek kapal untuk menyaksikan kapal itu melaju di atas laut.
Lalu dia datang menghampiri saya dan berkata, “Eric, apakah kamu benar-benar percaya kepada Yesus?”
Saya menjawab, “Benar.”
Dia bertanya, “Apakah kamu benar-benar percaya bahwa kamu memiliki hidup yang kekal?”
Saya berkata, “Benar.”
Dia bertanya, “Apakah kamu percaya bahwa kamu akan dibangkitkan dari antara orang mati?”
Saya jawab, “Benar.”
Dia bertanya, “Kamu bisa berbicara kepada Yesus dan mengenal Yesus yang hidup?”
Saya menjawab, “Ya, benar.”
Lalu dia berkata, “Oh, aku sangat mengagumi kamu. Aku sangat kagum pada apa yang kau miliki.”
Saya berkata, “Anda tidak perlu mengagumi saya. Apa yang saya miliki bisa Anda miliki juga. Semua yang saya miliki bisa saya bagikan kepada Anda.” Saya rasa dia tidak akan bersedia berbagi dengan saya semua yang dia miliki itu. Namun saya berkata kepadanya, “Apa yang saya miliki akan saya bagikan kepada Anda.”
Dia sangat tertarik. Dia adalah orang yang hidupnya terbenam jauh di dalam dosa. Dia orang yang penuh dosa. Ada orang yang berkata bahwa pendidikan akan menjadikan orang lebih baik, tetapi jarang bisa saya temukan orang yang lebih jahat daripada orang ini. Orang ini terbiasa mengeluarkan sumpah serapah saat membuka mulutnya. Orang ini, jauh di lubuk hatinya, mengalami sakit rohani yang sangat parah, dia sangat kelaparan akan hal-hal yang rohani.
Saya ingat ketika dia masuk ke kamar saya, lalu dia melihat kitab kecil Injil Yohanes di atas meja saya, lalu dia berkata, “Boleh kuminta buku ini?”
Saya jawab, “Tentu, Anda boleh memilikinya. Anda juga boleh mencatat alamat saya di buku itu, supaya kalau nanti Anda datang kepada Kristus, Anda bisa menyurati saya.”
Tanpa Iman dan Persekutuan yang Manis dengan Tuhan, Anda bukan Orang Kristen Sejati
Saya menyampaikan hal ini juga dengan niat untuk memberi semangat kepada Anda karena saya lihat kebanyakan dari Anda adalah orang-orang muda. Saya ingin memberitahu Anda bahwa saat itu saya memberi kesaksian kepada orang tersebut sekalipun saya belum punya pendidikan teologi saat itu, saya belum masuk sekolah Alkitab. Saya tidak begitu fasih tentang isi Alkitab saat itu. Akan tetapi saya bisa menolong orang ini oleh karena satu hal, karena saya memiliki iman di dalam Yesus oleh kasih karunia Allah. Melalui iman, saya mampu melihat kemuliaan Tuhan. Melalui iman, saya menjalin hubungan yang hidup dengan Tuhan, bahkan di saat saya masih merupakan orang Kristen yang baru. Saya bisa berbicara dengannya dan mendengar dia berbicara kepada saya. Sangatlah berharga jika Anda bisa bersekutu dengan Allah seakrab ini, semanis ini. Tahukah Anda akan adanya kehidupan Kristen yang seperti ini? Apakah Anda memiliki persekutuan yang manis dengan Tuhan? Persekutuan yang manis ini tidak bergantung pada pengetahuan teologi Anda. Persekutuan ini tidak bergantung pada berapa tahun Anda sudah meluangkan waktu di sekolah Alkitab. Lalu persekutuan jenis ini bergantung pada apa? Pada iman.
Lalu Anda berkata, “Apa itu iman? Anda sudah membuat saya penasaran. Jadi, apa itu iman?” Ya, tanpa iman ini, kita tidak akan bisa memiliki persekutuan yang hidup dan manis dengan Tuhan. Saya ingin berbagi dengan Anda dan saya harap setiap orang di sini, sebagai hasil dari kebaktian kita bersama, berhenti menjadi orang Kristen yang dangkal, lalu menjadi orang Kristen sejati dalam arti hidup bersama Tuhan hari demi hari. Persekutuan dalam wujud melangkah bersama Dia, berbicara denganNya, mendengar Dia berbicara kepada Anda, sama seperti yang dialami oleh Abraham, yang melangkah bersama Allah. Abraham adalah bapa orang-orang beriman, Abraham adalah manusia yang memiliki iman. Saat Anda menelaah Perjanjian Lama, pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana orang-orang itu bisa memiliki persekutuan yang indah dengan Allah padahal hidupnya di masa Perjanjian Lama? Henokh melangkah bersama Allah dalam kesehariannya. Bukankah ini indah? Belum lagi Abraham dan Yakub, dan juga nabi-nabi lainnya, jika mereka bisa menikmati persekutuan yang indah dengan Allah di dalam Perjanjian Lama, lalu bagaimana dengan kita yang berada di dalam Perjanjian Baru? Apakah kita tertinggal oleh mereka? Saya heran mengapa orang-orang di zaman Perjanjian lama ini bisa hidup begitu akrab dengan Allah. Mengapa di masa Perjanjian Baru ini begitu sedikit orang yang hidup akrab dengan Allah? Padahal jika saya baca Perjanjian Baru, di sini Allah telah membuka jalan yang baru dan yang hidup kepada Allah melalui Kristus. Bagaimana orang-orang yang tidak memiliki jalan yang baru dan yang hidup ini bisa lebih akrab dengan Allah ketimbang orang-orang Perjanjian Baru yang memiliki jalan yang hidup dan baru itu? Ini adalah misteri bagi saya. Bagaimana orang-orang itu bisa berbicara kepada Allah dan mendengar Allah berbicara kepada mereka?
Allah Berbicara di Saat ada Hal Penting yang Harus Disampaikan
Jika saya mengatakan bahwa saya berbicara kepada Allah dan Allah berbicara kepada saya, orang akan berpikir bahwa saya sedang membahas suatu hal yang tidak lazim. Jika saya mengatakan bahwa Allah berbicara dengan saya, maksudnya bukan hanya untuk ngobrol-ngobrol. Saya tidak bermaksud bahwa Allah menyapa, “Eric, hari ini cuacanya cerah.” Tidak ada hal yang semacam itu. Dia berbicara kepada saya di saat ada sesuatu hal yang penting untuk disampaikan. Dalam beberapa kesempatan, Allah berbicara kepada saya.
Kejadian yang pertama adalah ketika Dia berkata Dia akan membawa saya keluar dari China. Sungguh indah sekali. Saat saya berlutut di hadapan Tuhan dan berkata, “Tuhan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Aku tidak tahu apa yang ingin Kau kerjakan pada diriku. Engkau bebas untuk memakaiku menurut kehendak-Mu. Aku akan tetap di China jika itu yang Kau kehendaki.” Saya tidak minta untuk dibawa keluar dari China, yang saya doakan adalah, “Tuhan, jika Engkau ingin agar aku tetap di China, beritahukanlah apa yang harus kukerjakan. Jika Engkau ingin membawaku keluar dari China, maka hanya Engkau yang sanggup melakukannya.” Dan suara Tuhan terdengar berbicara kepada saya sejelas suara saya yang bisa Anda dengarkan sekarang ini. Dia berkata, “Aku akan membawamu keluar dari China.” Pada saat itu, setiap orang berkata bahwa hal itu mustahil. Hal semacam itu tidak mungkin terjadi. Tidak ada kejadian yang seperti itu. Sangatlah mustahil bagi seseorang untuk bisa keluar dari China pada saat itu, apalagi orang muda seperti saya.
Dan peristiwa Dia berbicara langsung yang kedua kalinya adalah ketika saya tinggal di London, ketika Allah mengutus saya untuk menolong seseorang agar bisa datang kepada-Nya. Ini adalah hal yang ajaib. Orang ini adalah seorang profesor dari Taiwan. Dia singgah di London hanya untuk dua hari saja. Tuhan berbicara kepada saya malam itu, “Aku mau agar kamu pergi ke pusat kota London, ke gedung YMCA.” Pada waktu itu, saya tinggal di bagian utara London. Dan ketika saya sampai di gedung YMCA, Tuhan menunjukkan orang yang harus saya temui. “Itu dia orangnya. Berbicaralah kepadanya.” Lalu saya berbicara dengan orang tersebut, dan dia kemudian datang kepada Kristus. Apakah menurut Anda hal itu mengherankan? Itu bukanlah hal yang mengherankan. Peristiwa yang sama juga terjadi di dalam kitab Kisah Para Rasul. Anda tentu ingat ketika Allah mengutus Filipus ke padang gurun untuk menemui seorang sida-sida, dan di tempat itu juga sida-sida tersebut datang kepada Kristus.
Kejadian yang lainnya, ketika itu saya sedang bersiap untuk berangkat ke Swiss, dalam suatu rencana kunjungan. Saya sedang bersiap untuk beristirahat dan tidur. Kemudian Tuhan berkata, “Kamu tidak boleh berangkat malam ini.” Saya memesan tiket penerbangan malam hari karena saya tidak punya banyak uang, saya harus membeli tiket penerbangan di jadwal yang paling aneh untuk mendapatkan harga yang paling murah. Tuhan berkata, “Kamu tidak boleh berangkat.” Saya telah mempersiapkan segala sesuatunya di London. Dan saya merasa bahwa saya memang harus berangkat. Akan tetapi Tuhan berkata dengan jelas kepada saya, “Kamu tidak boleh berangkat.” Pada malam sebelumnya, saya sudah berpamitan dengan semua orang, dan saya membatin, “Tuhan, besok pagi, orang-orang itu akan datang dan berkata, ‘Oh! Ternyata kamu masih di sini!’ Dan berarti saya harus berpamitan lagi. Ini sungguh memalukan.”
Akan tetapi saya tunduk dan alasan Tuhan menahan keberangkatan saya adalah karena Dia ingin membawa seseorang untuk datang kepada-Nya. Keesokan paginya, karena saya tidak berangkat, orang yang dimaksudkan itu benar-benar datang kepada Kristus. Ketika saya berangkat pada malam berikutnya, saya berpikir, “Tuhan, jika saya tidak menurut kehendak-Mu, dan jika saya tetap berangkat, bagaimana saya bisa mempertanggungjawabkan jiwa orang itu di dalam kekekalan nanti?” Saya tidak tahu, bagaimana Anda akan memberi pertanggungjawaban di hadapan Allah pada Hari itu ketika Allah berkata kepada Anda, “Sudah berapa kali Aku berusaha untuk berbicara kepadamu tetapi kamu tidak mau mendengar?”
Iman Memimpin pada Persekutuan yang Indah dengan Tuhan
Bagaimana cara untuk masuk ke dalam persekutuan yang manis dan indah bersama Allah? Melalui iman. Apakah Anda memiliki iman ini? Saya akan membagikan hal ini supaya Anda bisa tahu bahwa saat saya berkhotbah di hadapan Anda, saya tidak sekadar mengkhotbahkan isi buku, teologi atau dari pengetahuan saya saja. Saya berkhotbah dari dasar hati saya, dengan kasih Tuhan, karena Tuhan mengasihi Anda semua dan dia ingin membawa Anda kepada-Nya. Saat kita berkata bahwa Tuhan mengasihi kita, apakah arti perkataan itu? Jika Anda mengasihi seseorang, maka Anda tentu ingin berbicara dengan orang itu, Anda ingin bersahabat dengan orang itu. Rasul Yohanes menulis di dalam suratnya yang pertama, “Persekutuan kita adalah dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.” Persekutuan kita adalah dengan Dia. Apakah Anda memiliki persekutuan dengan Dia? Atau, apakah kehidupan doa Anda merupakan suatu kegiatan basa-basi di mana Anda berlutut dan sekadar menggumamkan sesuatu doa? Atau mungkin doa tersebut dipanjatkan secara tulus dan Anda berbicara sendirian sampai sepuluh atau lima belas menit, dan sesudahnya Anda berkata ‘amin’ lalu bangkit berdiri? Jika demikian, saya yakin bahwa Allah tidak akan sempat menyapa Anda. Persekutuan tidak bisa diartikan bahwa Anda yang berbicara sendirian; persekutuan ini adalah persekutuan bersama Dia; persekutuan ini harus berjalan dua arah. Ada di manakah orang-orang Kristen yang memiliki persekutuan dengan Tuhan? Saya beritahu Anda, di gereja-gereja, jumlah orang Kristen jenis ini sangatlah sedikit. Kiranya semua penghalang itu bisa diruntuhkan, kiranya Anda bisa masuk ke dalam persekutuan yang manis dengan Dia.
Mengapa saya memberitakan Yesus? Apakah karena agama itu penting? Saya tidak begitu tertarik dengan agama. Mungkin hal ini agak mengejutkan Anda, saya memang tidak tertarik pada agama. Saya memberitakan Injil karena saya tahu bahwa Yesus itu hidup. Dan jika kita berkata bahwa dia hidup, lalu untuk apa dia itu hidup? Kebanyakan orang hanya berkhotbah bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa kita. Yang dipentingkan oleh kita hanya dia telah mati untuk membersihkan dosa-dosa kita. Sesungguhnya, apakah Yesus telah bangkit dari antara orang mati atau tidak, tidak menjadi soal bagi kebanyakan orang Kristen. Apakah penting bagi Anda perkara Yesus telah bangkit dari antara orang mati atau tidak? Selama dia mati bagi Anda, itu sudah cukup. Jadi, apa pentingnya bagi Anda apakah dia itu hidup atau tidak? Dapatkah Anda memberitahu saya mengapa hidupnya Yesus itu begitu penting? Sungguh menarik, di dalam PA, saya menanyai peserta, “Untuk apa Yesus hidup? Mengapa begitu penting baginya untuk bangkit dari antara orang mati?” Tentu saja, salah satu alasan kebangkitan ini adalah supaya dia bisa menjalin persekutuan dengan kita. Dia telah mematahkan kuasa maut dan kenyataan bahwa sekarang ini dia hidup bukan sekadar untuk duduk di sebelah kanan Bapa.
Alkitab memberitahu kita bahwa sekarang ini kita disatukan dengan dia. Kita adalah satu tubuh dengannya. Pernahkah Anda mendengar tentang lengan yang tak terhubung dengan kepala? Tentunya lengan itu akan lumpuh! Bagaimana mungkin kepala saya tak bisa berkomunikasi dengan lengan saya? Tentunya ada yang salah dengan lengan saya. Atau, tentunya ada sesuatu yang salah dengan kepala saya. Jika kita ini satu tubuh dengan Kristus, tentunya ada yang salah dengan Kristus atau dalam diri saya jika saya tidak bisa berkomunikasi, saya tidak bisa menikmati persekutuan, dengan dia. Lantas, bagaimana cara kita disatukan dengan Kristus? Melalui iman.
Apakah Iman itu Berarti Mempercayai Sesuatu tentang Yesus?
Lalu, apakah arti iman itu?
Anda mungkin berkata, “Aha! Sebentar, saya akan buka kamus Oxford saya. Menurut kamus Oxford ini, iman adalah trust (kepercayaan). Jadi, itu berarti saya percaya pada Yesus.”
Nah, saya bisa tanyakan lagi, “Apakah arti percaya itu?”
“Sebentar. Saya akan buka lagi kamus Oxford saya. Menurut kamus Oxford ini, “percaya” berarti to rely upon (bergantung, mengandalkan).”
Saya bertanya, “Baiklah, lalu apa arti bergantung itu?”
Apa yang akan Anda lakukan? Apakah Anda akan membuka kamus Oxford Anda lagi? Anda sudah melihat uraiannya tentang arti iman. Apakah itu berarti saya percaya kepada Yesus, menaruh kepercayaan kepada Yesus, mengandalkan Yesus? Apakah yang dijelaskan oleh kamus itu kepada saya?
Demikianlah, banyak orang yang berkata bahwa iman itu berarti Anda percaya bahwa Yesus telah mati bagi Anda. Menurut pemahamam umum, yang perlu Anda percayai hanyalah Yesus telah mati bagi Anda. Itulah yang penting. Dia telah mati. Hal itu saja yang penting. Oleh karena itu, saya diselamatkan karena Yesus telah mati bagi saya dan saya mempercayai bahwa dia telah mati. Dan dia telah mati bagi dosa-dosa dunia, termasuk dosa-dosa saya. Karena, bagaimanapun juga, jika dia telah mati bagi dosa-dosa dunia, dan saya ada di dalam dunia ini, maka saya juga termasuk di dalamnya. Hal yang sangat mudah untuk dipahami.
Mempercayai bahwa Yesus telah mengerjakan sesuatu dan mempercayai sesuatu tentang Yesus, apakah hal itu akan menyelamatkan Anda? Izinkan saya bertanya kepada Anda, apakah Anda yakin bahwa Iblis juga percaya bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa dunia? Saya jamin, dia juga percaya karena dia tahu persis bahwa hal itu memang nyata. Itulah sebabnya dikatakan di dalam Alkitab, “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” Sekadar mempercayai sesuatu tentang Yesus dan mengira bahwa itu adalah iman, saudara-saudariku, Anda bahkan belum masuk ke dalam pemahaman tentang makna iman.
Alkitab mengajarkan kita bahwa kita dibenarkan, kita diampuni dari dosa-dosa kita dengan iman. Kita diselamatkan melalui iman. Keselamatan itu bukanlah hasil usaha kita. Hidup yang kekal itu bukanlah hasil usaha kita. Hidup kekal itu terlalu mahal untuk diperoleh. Ibarat niat membeli mobil mewah dengan uang yang ada di saku baju saya ini. Tidak mungkin bisa terlaksana. Hanya dengan iman kita bisa menerima kasih karunia Allah.
Iman Menurut Alkitab adalah Ketaatan – Iman Abraham
Apakah iman menurut Alkitab? Izinkan saya menjawabnya buat Anda. Iman menurut Alkitab itu tak kurang dari ketaatan. Di Yohanes 3:36, Anda akan lihat bahwa iman dan ketaatan dipandang sebagai hal yang sama.
Mungkin Anda akan berkata, “Aha! Jika demikian halnya, saya juga bisa mengajukan pertanyaan yang sama. Seberapa besar ketaatan yang harus saya miliki sebelum saya bisa diselamatkan?”
Ah, pertanyaan ini memang wajar, ketaatan yang seberapa besar? Separuh? Atau 90%? Seberapa besar ketaatan itu supaya layak disebut iman?
Anda akan segera melihat bahwa pertanyaan ini mustahil untuk dijawab tanpa mengetahui apa jawaban dari Alkitab. Jawaban dari Alkitab memberitahu kita bahwa iman itu tidak kurang dari komitmen yang total kepada Tuhan. Iman adalah komitmen 100%, bukannya 80%, bukan 90%, bahkan bukan 99%. Iman itu adalah penyerahan diri yang seutuhnya kepada Allah melalui Kristus. Di mata Allah, tidak ada tempat di antara ketaatan dan ketidaktaatan. Yesus berkata, “Barangsiapa tidak bersama dengan aku ia menentang aku.”
Karena keterbatasan waktu, saya akan langsung sampaikan pada Anda beberapa patah kata yang terdapat di dalam Yoh 8:39-43
Jawab mereka kepadanya: “Bapa kami ialah Abraham.” Kata Yesus kepada mereka: “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri.” Jawab mereka: “Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah.” Kata Yesus kepada mereka: “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi aku, sebab aku keluar dan datang dari Allah. Dan aku datang bukan atas kehendak-ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus aku. Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-ku.
Perhatikan ayat 39. Dikatakan di ayat ini, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham.” Mari kita cermati baik-baik. Orang-orang Yahudi mengaku sebagai anak-anak Abraham. Tahukah Anda mengapa mereka mengaku sebagai anak-anak Abraham? Karena janji Allah diberikan kepada Abraham. Jika Anda ingin memperoleh janji Allah maka Anda harus menjadi anak-anak Abraham untuk mendapatkan janji-janji itu. Dengan cara apa Anda bisa menjadi anak-anak Abraham? Yesus berkata, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham.”
Mengapa saya mengutip ayat ini? Karena saya juga ingin mengutipkan sebuah ayat lain di Roma pasal 4. Saya ingin agar Anda bisa melihat bahwa semua yang saya sampaikan ini benar-benar berdasarkan Firman Allah. Saya tidak ingin ada orang yang menerima ini sebagai pendapat saya. Anda harus memiliki iman yang berdasarkan Firman Allah, bukan berdasarkan ucapan saya. Anda lihat, semua janji Allah mengenai pembenaran dan hidup [kekal] ada pada Abraham, namun bagaimana Abraham bisa memperoleh janji-janji itu? Dia menerima janji-janji itu melalui iman, hal ini disebutkan di Roma pasal 4. Mari kita baca Roma 4:3
Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.”
Bagaimana dia memperoleh pembenaran tersebut? Melalui iman. Dan kita juga temukan bahwa kita, berdasarkan uraian dari seluruh pasal 4 ini, telah menjadi anak-anak Abraham melalui iman. Dan sama seperti Abraham yang dibenarkan oleh iman, kita juga dibenarkan oleh iman.
Perhatikan juga ayat 12 yang mengatakan bahwa Abraham adalah bapa orang-orang bersunat (orang Yahudi), yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat. Dan sebelum ayat itu [yakni di ayat 11], dijelaskan juga bahwa dia juga menjadi bapa bagi orang-orang yang tidak bersunat melalui iman. Demikianlah, Paulus berkata di Roma 4:16 – Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham (yaitu yang memiliki iman seperti Abraham).
Jika Anda adalah seorang Kristen yang masih baru, Anda mungkin berpikir, “Wah, urusannya menjadi semakin rumit saja.” Izinkanlah saya untuk menyederhanakannya bagi Anda. Hanya ada satu macam iman yang diterima oleh Allah sebagai iman yang bisa menyelamatkan Anda – yaitu yang ‘membenarkan’ Anda. Kita bisa menyederhanakan maknanya menjadi ‘menyelamatkan’ – dan iman itu adalah iman yang sama dengan iman Abraham. Jika Anda ingin dibenarkan oleh iman, seperti yang terjadi pada Abraham, maka Anda harus memiliki iman yang sama dengan iman Abraham. Saya pikir uraian ini tidaklah sulit untuk dipahami. Jika Anda ingin tahu apa arti iman itu, maka yang perlu Anda pikirkan adalah iman Abraham itu. Itulah makna iman di dalam Perjanjian Baru. Di dalam Perjanjian Baru, iman selalu diartikan sama dengan iman yang dimiliki oleh Abraham.
Izinkan saya mengajukan pertanyaan kepada Anda, “Tahukah Anda berapa kali Abraham disebutkan di dalam Perjanjian Baru, bukan di dalam Perjanjian Lama, tetapi di Perjanjian Baru? Berminatkah Anda untuk menebaknya? Saya sudah pernah menanyakan hal ini di dalam PA, ada yang menebak 12, 20 atau 30 kali. Abraham disebutkan sampai 73 kali di dalam Perjanjian Baru. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa jika Anda ingin tahu apa arti iman itu, maka lihatlah pada Abraham untuk mendapatkan apa arti iman itu.
Seperti Apakah Iman Abraham itu?
Oleh sebab itu, kita akan menutup pembahasan hari ini dengan meneliti secara sekilas Ibrani pasal 11, yang dengan jelas menguraikan arti iman kepada kita. Saat kita amati ayat-ayat yang penting ini, kita akan memahami dengan jelas apa arti iman itu. Iman adalah sebuah komitmen yang total seperti yang terlihat di dalam kehidupan Abraham. Di Ibrani pasal 11, yang merupakan pasal terkenal dalam hal pembahasan iman, ada empat hal yang sebutkan tentang Abraham. Dan jika Anda ingin memahami arti iman, cermati pasal tersebut, dan Anda akan mengerti dengan sangat jelas mengenai arti iman. Dan sambil Anda pelajari keempat poin itu, saya harap Anda akan menanyakan diri Anda sendiri, “Apakah saya memiliki iman?” Jika Anda tidak punya keempat hal tersebut, Anda akan segera tahu mengapa Anda tidak memiliki persekutuan yang hidup dengan Allah. Anda akan bisa melihat dengan jelas mengapa kehidupan rohani Anda begitu miskin. Anda akan mulai mendapatkan jawaban atas beberapa pertanyaan yang telah saya ajukan sebelumnya. Dan Anda akan mulai tahu mengapa orang-orang kudus di masa Perjanjian lama memiliki hubungan yang begitu indah dengan Allah, yang jarang dimiliki bahkan oleh orang-orang kudus di masa Perjanjian Baru di tengah gereja jaman sekarang ini. Sudahkah Anda memiliki iman? Mari kita lihat iman Abraham.
- Berpaling dari Dunia
Pokok yang pertama: Ibrani 11:8. Perhatikan kata ‘taat’ – Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Itulah iman. Apakah Anda ingin tahu apa itu iman? Lihat saja teladan Abraham. Itulah teladan iman yang kita dapatkan di dalam Roma 4:12.
Sama seperti yang diucapkan oleh Yesus di Yoh 8:39, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham.” Jadi, kita bisa ajukan pertanyaan, “Apakah yang dikerjakan oleh Abraham itu?” Alkitab telah memberi kita jawaban. Hal yang pertama adalah ketika Allah memanggil dia, dia meninggalkan Haran dan berangkat menuju tempat yang tidak dia ketahui. Tempat tinggal Abraham, Haran, adalah tempat yang memiliki peradaban tinggi. Sekarang ini, para ahli arkeologi telah mengadakan penggalian di lokasi ini, dan banyak hal yang sudah mereka temukan, dan dari hasil penggalian mereka itu, kita tahu bahwa tempat tinggal Abraham sangat maju di bidang ilmu pengetahuan, seni, budaya, di segala bidang, khususnya di bidang astronomi [ilmu pengetahuan yang mempelajari angkasa luar]. Di dalam segala segi, mereka sangat maju. Abraham bukan dipanggil keluar dari daerah terbelakang, bukan dari daerah pedusunan; dia keluar dari daerah yang berperadaban tinggi, dari salah satu daerah yang menjadi cikal bakal peradaban dunia. Ia tinggal di tengah masyarakat yang sangat makmur, sangat maju. Lalu Allah memanggil dia keluar menuju daerah Kanaan. Tahukah Anda di mana Kanaan itu? Kanaan adalah daerah yang sangat terbelakang. Allah memanggil dia keluar dari masyarakat yang sangat maju menuju tempat yang terbelakang. Kita membayangkannya seperti keberangkatan para misionaris, bukankah begitu? Mereka berangkat menuju tempat yang tidak mereka ketahui. Bukan berarti mereka tidak tahu apa-apa sama sekali tentang tempat tujuan mereka itu, mereka belum pernah melihat langsung tempat yang mereka tuju itu. Dan standar kehidupan [di Kanaan] jauh lebih rendah dibandingkan dengan tempat asal Abraham.
Jadi, poin yang pertama adalah bahwa Allah memanggil Abraham keluar dari dunia, keluar dari dunia yang dia benar-benar kenal. Tempat yang maju dari segi budaya, pengetahuan, ilmu pengetahuan dan keseniannya, lalu diutus keluar dari tempat itu, supaya dia berhenti mengasihi dunia dan belajar untuk melangkah bersama dengan Allah. Jika Anda tidak meninggalkan dunia, tidak mengasihi dunia, sebagai langkah Anda yang pertama, lalu bagaimana Anda akan melangkah bersama dengan Allah? Segenap pikiran Anda akan tersita oleh dunia. Saya mendapati bahwa orang-orang Kristen sangat dalam terjerumus di tengah dunia – terjerat oleh uang, usaha, pengetahuan, mengejar semakin banyak gelar kesarjanaan. Tidak ada yang salah dengan semua hal itu. Yang salah adalah hati kita yang mulai menyembah semua hal itu, menjadikan semua hal itu sebagai berhala. Dan jika Anda memiliki berhala di dalam hati Anda, Anda tidak akan bisa melangkah bersama dengan Allah. Jadi, langkah pertama yang bisa kita pelajari dari definisi iman adalah berpaling dari dunia, seperti yang telah dilakukan oleh Abraham. Ketika Yesus memanggil Anda dengan Injil dan berkata, “Mari, jadilah muridku. Ikutlah aku” lalu Anda berkata, “Ya, aku akan datang. Kemanapun engkau pergi, aku akan bersamamu.” Allah melalui Yesus telah memanggil kita. Apakah Anda bersedia berjalan bersama Dia? Apakah Anda memiliki jenis iman yang berpaling dari dunia dan melangkah bersama Tuhan kemanapun Dia pergi, bahkan ke tempat yang paling rendah sekalipun? Sanggupkah Anda berkata, “Tak masalah bagiku; kemanapun Engkau pergi, aku ikut”?
- Hidup di Dunia ini seperti Pendatang, Tidak Memiliki Apa-apa
Mari kita lihat pokok yang kedua, Ibrani 11:9-10 – Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu. Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.
Perhatikanlah pokok yang kedua ini. Saat dia datang ke tempat yang terbelakang itu, Anda mungkin berpikir, “Dengan standar hidup kamu yang tinggi, dan dengan harta bendamu itu, tentunya akan sangat mudah bagimu untuk membeli semua tanah di sana.” Abraham memang mampu untuk membeli banyak tanah di sana. Dia adalah orang yang terpelajar, berkedudukan tinggi, saat dia sampai ke tempat tujuan itu, dia bisa saja menunjukkan kewibawaannya. Namun perhatikanlah apa yang dikerjakan oleh Abraham. Dia tidak berminat membeli tanah di sana. Dia tidak mengincar dunia. Sungguh mengejutkan, Abraham tidak memiliki kekayaan, dalam arti lahan, kecuali sebidang lahan kecil untuk kuburan, tempat untuk mengubur istrinya saat meninggal. Dia menginginkan Allah; dia tidak menghendaki dunia. Perhatikan bagaimana awalan dari ayat ini: karena iman, karena iman dia tinggal di dunia ini seperti orang yang menumpang. Bagaimana cara hidup kita? Apakah Anda sudah memiliki iman? Sudahkah Anda berpaling dari dunia? Sanggupkah Anda tinggal di dunia ini seperti seorang tamu di dunia dan menanti-nantikan perkara yang kekal?
Karena iman, Abraham menanti-nantikan – apakah Anda mengerti kalimat itu? Imanlah yang memberi Anda pandangan atau pemahaman rohani. Apakah Anda sudah memiliki pandangan rohaniah itu? Jika Anda tidak memiliki iman, maka Anda menjadi buta. Anda tidak akan tahu ke mana tujuan Anda. Sungguh mengagetkan melihat begitu banyak orang Kristen yang tidak bisa melihat perkara-perkara rohani. Mereka bisa melihat perkara-perkara lahiriah, tetapi mereka tidak bisa melihat perkara-perkara rohani. Mereka bisa melihat perkara-perkara intelektual, tetapi mereka tidak bisa melihat perkara-perkara spiritual. Saya sering menyampaikan kepada orang-orang Krsiten bahwa ada tiga macam perkara yang bisa dilihat oleh kita. Pertama adalah perkara lahiriah, dalam hal ini berarti Anda bisa melihat orang lain dan juga hal-hal material lainnya. Lalu ada perkara intelektual, yang berarti Anda bisa memahami sesuatu urusan. Jika saya berkata, “Bisakah Anda melihatnya?” itu bukan berarti saya mempersoalkan apakah Anda bisa melihatnya dengan mata jasmani Anda, yang saya maksudkan adalah, “Apakah Anda memahami apa yang saya sampaikan?” Lalu ada perkara rohani. Di Ibrani 11:27, disampaikan Musa bertahan seperti orang yang telah melihat Allah yang tidak kelihatan oleh mata jasmani. Bagaimana Anda bisa melihat hal yang tidak nampak secara lahiriah? Bagaimana Anda bisa melihat Allah yang tidak kelihatan? Tentunya dengan mata rohani. Karena itulah Musa bertahan. Jika Anda tidak memiliki iman, maka mata Anda buta. Jika Anda tidak bisa melihat realitas rohani, tentu saja tak ada hal lain yang bisa Anda lihat kecuali hal-hal duniawi.
Perhatikan sekali lagi, kedua pokok ini melibatkan komitmen total. Dengan iman, Abraham menyerahkan dirinya kepada Allah dengan sepenuhnya sehingga dia meninggalkan rumahnya, masyarakatnya dan berangkat mengikut Allah. Anda tidak akan bisa mengerjakan hal semacam ini tanpa memiliki komitmen total. Dan jika Anda tidak memiliki komitmen total, Anda tidak akan pernah bisa melihat kemuliaan Kristus dengan mata rohani.
- Allah akan Menguji Komitmen Anda
Pokok yang ketiga ada di Ibrani 11:11-12 – Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia. Itulah sebabnya, maka dari satu orang, malahan orang yang telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya.
Ayat ini memberitahu kita, karena iman, perkara yang mustahil menjadi nyata. Sungguh luar biasa hal yang bisa dikerjakan oleh Allah pada orang yang beriman! Karena iman, baik Abraham dan Sara, suami istri – sungguh indah melihat keduanya bersatu di dalam iman… karena komitmen total mereka kepada Allah, maka Allah bisa mengerjakan perkara ajaib pada mereka. Mereka tidak memiliki anak dan Allah memberi mereka anak di usia mereka yang sudah tua. Namun Allah terus menguji komitmen total mereka sebelum Ia menggenapi janji-Nya kepada mereka. Apakah Anda mengaku memiliki iman yang total? Saya beritahu Anda, Allah ingin tahu apakah iman tersebut memang iman yang total atau tidak. Dia akan mengujinya.
Setiap orang tahu bahwa Allah mengerjakan perkara yang ajaib pada Abraham dan Sara. Abraham sudah sangat tua ketika Allam memberikan janji-Nya kepada Abraham. Usianya sudah 86 tahun dan dia dijanjikan untuk memiliki anak. Saat itu istrinya berusia 70 tahun. Pikirkanlah hal ini. Dan Allah, setelah memberikan janji-Nya kepada Abraham, tahukah Anda, berapa lama Abraham harus menunggu penggenapan janji itu? Banyak orang yang tidak tahu berapa lama Abraham harus menunggu penggenapan janji itu. Allah menguji imannya, menguji komitmennya, apakah Abraham akan goyah. Tahukah Anda berapa lama Abraham harus menunggu? Apakah 3 tahun? 4 tahun? 5 tahun? Lebih dari 14 tahun. Selama 14 tahun! Mungkin saat Anda menantikan mukjizat selama setahun, lalu 3 tahun, lalu 5 tahun, lalu Anda berkata, “Tentunya Allah sudah melupakanku. Setiap hari umurku semakin bertambah! Semakin kecil saja peluangku untuk memiliki anak.” Saat dia berusia 86 tahun, dia menerima janji itu. Saya rasa, ketika dia berusia 90 tahun, dia berpikir, “Tuhan, aku sudah semakin tua. Peluang untukku menjadi ayah semakin kecil saja!” Dan ketika dia berusia, saat istrinya juga bertambah tua, peluang itu musnah sudah! “Allah sudah lupa akan janji-Nya kepadaku!” Dan ketika dia berusia 98 tahun, dan istrinya berusia 80 tahun, oh, sudah tidak ada peluang lagi. Semuanya sudah berakhir! Allah mengguji komitmennya. Saat Abraham berusia 100 tahun, baru anak itu lahir.
Apakah Anda memiliki komitmen total? Saya melihat beberapa orang Kristen yang mengalami ujian yang sangat kecil tetapi mereka sudah sangat marah. “Aku ingin bertamasya, tapi lihat apa yang terjadi! Hujan turun! Aku berdoa kepada Allah, ‘Ya Allah, berikanlah cuaca yang baik,’ tetapi lihatlah apa yang terjadi. Hujan turun! Aku tidak percaya kepada Allah. Allah itu tidak nyata. Jika Dia memang ada, tentunya Dia akan mendengar doaku. Mengapa Dia memperlakukan aku seperti ini?” Apakah Anda memiliki komitmen total? Anda sudah mulai ragu di dalam ujian yang kecil saja. Itukah komitmen total? Dapatkah Anda menunggu sampai 14 tahun seperti Abraham?
Allah menguji saya secara pribadi dalam banyak kesempatan. Saya telah bersaksi kepada Anda bahwa Allah berkata akan membawa saya keluar dari China. Kemudian, saya menunggu sebulan, dan tetap tidak mendapatkan izin untuk keluar dari China. Demikianlah, ketika saya sudah menunggu sebulan, dan tetap tidak memperoleh izin keluar dari China, saya bertanya-tanya, “Tuhan, saya sudah menunggu sebulan.” Dan setelah melewati 6 minggu, saya berkata, “Tuhan, ini sudah 6 minggu! Ini sudah sangat lama!” Saya malu pada diri sendiri. Saya menyatakan bahwa saya memiliki komitmen total kepada Kristus, dan baru dalam waktu 6 minggu saja, saya sudah merasa terlalu lama! Akan terasa sangat lama jika perut Anda kelaparan. Pernahkah Anda merasakan kelaparan? Saat Anda harus menunggu datangnya makan siang, waktu yang hanya setengah jam akan terasa seperti setengah tahun! Saya menjalani masa-masa yang sangat sukar di China saat itu. Allah sedang menguji saya, sedang membentuk saya. Dan, saya sampaikan ini dengan rasa sangat malu, setelah 6 minggu, saya berkata, “Tuhan, bagaimana mungkin saya menunggu sampai selama ini? Ini sudah 6 minggu!” Ada orang yang sampai harus menunggu selama 6 tahun. Kemudian, 7 minggu berlalu, dan saya berkata, “Oh, Tuhan. Ini sudah tujuh minggu!” Tuhan sangat baik kepada saya. Saat itu saya masih baru menjadi Kristen. Dan setelah 8 minggu, Dia membawa saya keluar, saya bisa berangkat. Delapan minggu setelah Dia memberi janji kepada saya, Dia membawa saya keluar. Tentu saja, jika dikilas-balik, Anda mungkin berkata, “Delapan minggu? Cepat sekali! Sukar dipercaya!” Demikianlah, pokok yang ketiga adalah komitmen total kepada-Nya dan Allah akan menguji komitmen itu. Sangatlah penting bagi-Nya untuk mengetahui apakah Anda benar-benar berkomitmen total kepada-Nya atau tidak.
- Taat – Biarkan Kehendak Allah Terjadi pada Diri Anda
Poin terakhir, setelah ini kita akan tutup, akan saya sampaikan secara singkat saja. Di dalam poin yang keempat, kita melihat Allah membawa Abraham pada ujian tertinggi dari komitmen totalnya. Di Ibrani 11:17-19 kita bisa melihat iman Abraham dalam bentuk komitmen totalnya terlihat melalui apa yang telah dia lalui.
Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: “Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu.” Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali.
Bukankah ini hal yang ajaib? Iman adalah komitmen total, saudara-saudari, komitmen total! Ingatlah bahwa iman yang menerima janji pembenaran dari Allah adalah iman dari jenis yang ini – yaitu iman Abraham. Perhatikan apa yang termaktub di ayat-ayat itu. Puji Tuhan, karena Dia tidak menguji kita seberat itu pada saat-saat awal, tetapi Dia ingin menyatakan, “Jika kamu mengakui bahwa iman-Mu kepada-Ku itu total, maka kamu harus membuktikannya.” Allah menjanjikan Abraham seorang anak dan sekarang Abraham telah memperoleh anak itu. Kemudian Allah berkata kepada Abraham, ketika anak itu sudah mulai besar, “Sekarang, bawalah Ishak dan persembahkanlah dia sebagai korban bagi-Ku di atas mezbah.”
Jika Allah berkata kepada Anda, “Aku menginginkan anakmu,” saya ingin tahu bagaimana pikiran Anda akan hal itu. Dan Anda tahu, saya sungguh terkejut karena begitu banyak orang tua Kristen, mereka mengaku sebagai orang Kristen, tetapi ketika anak mereka ingin melayani Tuhan, mereka berkata, “Tidak!” Baru-baru ini, seorang dokter ingin meninggalkan pekerjaannya sebagai dokter untuk bisa melayani bersama saya di dalam pemberitaan Injil. Dan ibunya tampaknya adalah seorang Kristen yang sangat taat, setidaknya begitulah kelihatannya. Ketika anaknya berkata bahwa dia ingin pergi memberitakan Injil, sang ibu ini terkejut setengah mati! Oh, dia lakukan segala upaya untuk menghentikan niat anaknya! Seperti itulah kelakuan ‘orang Kristen yang dewasa’, seperti inilah jenis orang Kristen yang sering kita temui di gereja-gereja, bukankah demikian? Ujilah diri Anda. Jika Allah menguji iman Anda, iman jenis apakah yang Anda miliki?
Apakah sikap hati semacam itu yang dimiliki oleh Abraham? Abraham membawa anaknya ke atas bukit, membangun mezbah, menghunus pisaunya. Apakah Anda ingin tahu apa arti iman? Itulah iman. Abraham membatin, “Semua janji Allah kepadaku ada pada diri anakku. Jika anakku mati, maka aku tidak mendapatkan janji apa-apa lagi dari Allah. Aku tidak punya anak lain. Jika dia mati, semuanya berakhir bagiku! Namun karena Allah yang menyuruhnya, maka jadilah sesuai dengan kehendak-Nya.” Itulah ketaatan yang total.
Dia bisa saja berkata, “Ini sangat tidak beradab! Allah tidak boleh meminta hal semacam itu dariku! Ini tidak adil! Dia tidak adil! Dia tahu bahwa aku ini sudah tua. Aku tidak bisa memiliki anak lagi. Kalau aku masih muda, Engkau boleh meminta anak yang ini dan aku masih bisa mendapatkan anak yang lain. Akan tetapi aku ini sudah tua sekarang. Aku tidak bisa lagi memiliki anak.” Atau dia juga bisa saja berkata, “Ya Allah, Engkau bertindak maju-mundur. Engkau dulu berkata bahwa semua berkat-Mu kepadaku akan mengalir melalui anak ini. Sekarang Engkau justru membawa pergi anak ini. Ini sungguh kontradiktif.”
Sebuah kontradiksi. Saya telah banyak memberikan konseling kepada orang-orang. Sungguh mengherankan melihat banyak orang yang datang kepada saya dan berkata, “Bukankah Allah telah melakukan hal yang kontradiktif (saling bertentangan), Dia telah melakukan sesuatu hal yang semacam ini? Pernahkah Anda berpikir, mengapa Dia melakukan hal yang semacam ini, tetapi di lain kesempatan, Dia melakukan hal yang bertentangan?” Yah, Anda masih belum sampai bertemu dengan masalah yang sama dengan yang dihadapi oleh Abraham. Dia memberi Anda anak, lalu menyuruh Anda untuk mempersembahkan anak itu di atas mezbah.
Dengan imannya, Abraham tetap setia kepada Allah, “Ya Allah, jika Engkau yang menyuruhnya, aku akan mengerjakannya.” Dihunusnya pisaunya. Saya tidak berani membayangkan kesedihan hatinya. Akan tetapi ketaatannya, pengabdiannya kepada Allah itu total. Dan oleh karena itu, Allah mencurahkan berkat-Nya kepada Abraham! Tentu saja, sebagaimana yang telah Anda ketahui, pada saat-saat terakhir, Allah menghentikannya. Dia berkata, “Abraham, stop! Sekarang Aku tahu isi hatimu kepada-Ku.” Anda bisa baca semua catatan kisah ini di dalam kitab Kejadian pasal 22. Ini merupakan salah satu pasal yang paling mengharukan di dalam Alkitab.
Jika Allah berkata kepada Abraham, “Aku ingin nyawamu.” Akan sangat mudah bagi Abraham untuk menjawab, “Silakan ambil nyawaku.” Tetapi Allah berkata, “Aku ingin anakmu.” Allah tidak memilih nyawa Abraham; Dia ingin mengambil hal yang paling berharga bagi Abraham! Akan tetapi, sering kali, ketika orang mendengarkan tantangan, panggilan dari Kristus, oh, yang ini terlalu berharga untuk dipersembahkan kepada Allah, yang itu juga terlalu berharga. Lalu apa yang mau mereka persembahkan kepada Allah? Sisa-sisa yang tidak mereka hargai. Saat mereka diminta untuk menghadiri kebaktian, mereka berkata, “Aku sibuk.” Jika Allah terlalu sibuk dan tidak bisa mengurusi Anda, maka Anda benar-benar dalam masalah. Mereka hanya menyediakan sisa waktu luang bagi Allah. Banyak mahasiswa yang tidak hadir di gereja jika sedang musim ujian. Hari-hari libur juga bukan merupakan waktu luang; itu waktu untuk diri saya pribadi. Satu-satunya waktu yang mereka berikan adalah ketika mereka sudah sangat bosan, ketika mereka sudah sangat jenuh belajar, pada saat itu, mereka akan hadir ke gereja. Inilah jenis ‘orang Kristen waktu luang’. Allah mereka adalah ‘Allah di waktu luang’. Akan tetapi itu bukanlah Allah menurut Alkitab.
Keselamatan dan Hidup Berkelimpahan bagi yang Memiliki Iman Abraham
Jika Anda ingin memiliki iman, maka pahamilah pokok-pokok tersebut. Saya harap setiap orang mamahami bahwa iman yang menyelamatkan di dalam Alkitab adalah iman seperti milik Abraham. Iman milik Abraham adalah iman dalam wujud komitmen total. Sudahkah Anda memiliki iman yang semacam ini? Ingatlah akan arti penting dari hal yang telah kita bahas hari ini. Keselamatan Anda bergantung pada iman tersebut. Hidup kekal bergantung pada iman tersebut. Allah tidak menawarkan sesuatu yang murahan bagi Anda. Dia memberi Anda hal yang terbaik dari-Nya. Dia memberikan Anak-Nya sendiri. Namun kita juga, pada gilirannya, harus menyerahkan segala-galanya. Allah memberi kita segala-galanya namun kita juga harus menyerahkan segala-galanya. Jika Anda tidak memberi Dia segala-galanya, maka jangan harap bisa menerima sesuatu dari-Nya. Itulah rahasia kehidupan Kristen, rahasia komitmen total.
Jika Anda pulang dan berlutut malam ini, dan berkata, “Tuhan, kuserahkan hidupku sepenuhnya kepada-Mu sama seperti yang telah dilakukan Abraham,” sesuatu yang indah akan terjadi. Anda akan temukan bahwa Anda akan memiliki persahabatan yang indah dengan Allah, hal yang mungkin belum pernah Anda rasakan sebelumnya. Kekosongan di dalam hati Anda akan sirna, dan Anda akan memiliki damai sejahtera serta kuasa-Nya di dalam hidup Anda.
Oleh : Pendeta Eric Chang
Dikutip dari : https://cahayapengharapan.org/id/apa-artinya-iman/